Rabu, 06 Juni 2012

Keep The Tiger in The Closet


Jangan bosan ya, baca postingan soal parenting, hi hi (nggak kreatif nih) sejak punya anak, aku jadi rajin banget baca buku tentang parenting. Nah beberapa hari ini aku barusan baca “keep the tiger in the closet” penulisnya Fanny Herdiana. Lulusan  psikologi UGM yang sekarang rajn banget berkecimpung di workshop dan training di dunia parenting.

Buku ini asyik banget dibacanya, karena Fanny pake gaya bahasa conversation, jadi bukan bertutur tapi seolah-olah pembaca diajak berbicara.  Kita juga lebih mudah memahami karena Fanny memakai metafora dalam menjelaskan bagaimana hubungan pengasuhan antara orang tua dan anak.

Sejak awal tulisannya Fanny mengajak kita untuk menjinakkan “harimau ungu”kita. Dalam hal ini tidak lain adalah bagaimana kita mengontrol emosi, dalam pengasuhan terhadap anak-anak. Adalah benar ungkapan anak lah yang membuat kita menjadi lebih dewasa. Kita jadi belajar bersabar, mengendalikan standard berlebihan terhadap anak. Buktinya banyak kan orang tua yang sudah menyekolahkan anaknya sejak balita dalam berbagai kursus ini –itu, hal ini menurut Fanny tidak salah, asalkan orang tua yakin anaknya juga enjoy menjalaninya  orang tua sering lupa kebutuhan utama anak usia balita adalah bermain, karena dari pengalaman langsung belajar di luar bukan belajar secara structural yang kaku, anak lebih mudah menyerap hal-hal baru.




Buku ini juga mengingatkan kita bahwa dalam pengasuhan ada masa up and down, dan yang paling sulit pas kita lagi down itu gimana caranya “harimau”kita nggak keluar kandang. Karena ketika harimau itu keluar seringkali akibatnya kita jadi kesal dan sulit mengendalikan emosi, apalagi pas anak balita kita sedang tantrum, hadooooh sudah capek pulang kerja eh anak rewel, berasa suntuk banget kan ya. Intinya gimana kita menikmati masa-masa pengasuhan ini supaya kita bisa petik hasilnya nanti. Fanny mengibaratkan pengasuhan ini seperti mendaki gunung, seperti mengarungi sungai. Jadi memang banyak tantangannya kan.dan banyak juga yang mesti kita persiapkan supaya jadi smart parents not just a parent.  Sama kayak orang mau panjat gunung kan, pas mau naik mesti siapin peralatannya, memastikan semua nya ok baru kita mendaki. Sama seperti menjadi orang tua kita juga harus membekali diri dengan banyak pengetahuan. Karena kita, mama papanya akan membesarkan seorang generasi bangsa, not just a kid. Kalau pondasi pembangunnya nggak ok gimana kita bisa membesarkan seorang anak yang nantinya akan mewarisi bangsa ini?

Buku ini memberikan banyak contoh kasus yang dialamai penulis sendiri dengan anaknya. Misalnya ketika kita melarang anak menonton tv terlalu sering, tanya dulu pada diri sendiri apakah kita sendiri sudah membatasi diri menonton tv. Kalo liat anak kecil yang menangis sambil teriak-teriak terus orang tuanya balas teriak-teriak sambil marah, wajar kan kalau anaknya tambah nangis. Fanny mengajak kita sebagai orang tua koreksi diri dulu sebelum kita meminta anak kita melakukan sesuatu. Jangan harap anak kita mematuhi aturan yang kita buat, jika kita sendiri tidak menjalankan autran tersebut.  Ada rumusnya : katakan, tunjukkan, ulang-ulang. Jadi kita harus menyampaikan dengan baik, memberi contoh, dan mengulanginya terus menerus. Kalau proses ini berjalan dengan baik insyaallah hasilnya juga baik.

“The hardest job kids face today is learning good manners without seeing any”

Fred Astaire.  

Di setiap akhir bab Fanny memberikan ringkasan supaya kita lebih mudah memahami tiap bab yang sudah kita baca. Juga banyak note-note yang bisa kita jadikan reminder dalam mengasuh anak. kalo buat Aku dan Hafid menjadi orang tua tuh gampang-gampang susah, we still learn harder to enjoy the process. (pegang boyok,,gara2 diajakin muter n naik turun tangga sama Edo)




2 komentar:

  1. Salam mbak... TQ reviewnya... boleh saya link kan ke web kah?

    www.fannyherdina.com

    BalasHapus